Kemana Perginya Si Apel?
Hari begitu penat, panas disertai angin yang bertiup kencang, menggulung debu-debu jalanan yang kerontang. Sejenak kemudian, terdengar teriakan dari belakang. Menghancurkan lamunanku yang sudah ingin segera keluar dari bus yang gerah, berjejalan penumpang ini. “Ayo siap-siap yang perempatan,” aba-aba dari Pak kondektur mengingatkan penumpangnya. Tak lama, berhentilah bus itu. Kemudian penumpang-penumpang mulai antri keluar dari Kawan Kita, termasuk juga aku. Semilir angin dari selatan menyambutku, cukup menyejukkan meskipun tetap membawa hawa kemarau yang kering. Aku pun segera bergegas, mengingat perjalanan panjang masih menungguku. Dengan peluh yang mulai bercucuran aku mengayuh sepedaku ke barat, menantang matahari yang mulai bersiap untuk terbenam namun masih panas menyengat. Pelan-pelan kulewati jalanan yang mulai menanjak itu. Tanjakan telah terlewati, hanya tinggal membelah jalan di tengah kebun tebu ya